6:48 PM

KONSER MUSYID RELIGI





»»  Baca Selanjutnya...
5:31 PM

Sekuntum “Cinta” Pengantin Syurga

Sekuntum “Cinta” Pengantin Syurga
“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.

Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnit. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu dengan jiwanya.

Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.

Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan rupawan yang tekun dan rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal sebagai ahli zuhud. Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati sebuah perkampungan yang banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi melepaskan penat dan lelah setelah berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di kampung tersebut. Di persinggahan si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum muslimin. Di tengah kekhusyu’annya bersilaturahim itulah dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.

Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling bicara. Walau tak ada gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan bahasa jiwa. Karena bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta yang tak terucap jauh lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung lidah. Maka jalinan cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak melihatnya pertama kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak muda, tentu dia berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun begitulah ternyata gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi mejelma menjadi kenyataan.

Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari busurnya, pada pertemuan yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat sekejab, pertemuan yang selalu terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis merasakan hal serupa sejak melihat pemuda itu pada kali yang pertama.

Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai dalam perbuatan…Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata…

Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta ini ditemukan. Cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus terselamatkan! Agar tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam bingkai syari’atnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis pujaannya itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir Allah. Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak saudaranya.

Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah harapan si pemuda untuk menyemai cintanya dalam keutuhan syari’at. Gadis yang telah dipinang tidak boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan belakang, samping kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan asmaranya harus diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak ’anugerah’ Allah yang terindah ini.

Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing silau serta mabuk oleh cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan melupakan harga dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak tabu. Dan, sekali bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang karena sudah tak berguna. Jalan belakang ’back street’ tak ubahnya seperti anak kecil yang merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan, menangispun tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa binasa.

Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih menggelora. Mereka seakan menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis berpikir barangkali masih ada celah untuk bisa ’diikhtiarkan’ maka rencanapun disusun dengan segala kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang hambanya untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya:

”Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”

Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda tampan itu pun berpesan kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.

“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih! Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.”

Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan segala yang disampaikan oleh pemuda tadi.

Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan keberanian. Namun bila cinta dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan menghancurkan harga diri kita. Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi korban dari amukan api yang meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan keindahan cintanya.

“Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang yang zuhud dan selalu takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak seorang pun yang layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan.” Si gadis berbangga dengan kesalehan kekasihnya.

Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan seluruh keutuhan cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan diri kepada ’Sang Pemilik Cinta’. Lalu diapun meninggalkan segala urusan duniawinya serta membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Memakai pakaian dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara hatinya merana, badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada pemuda yang dicintainya.

Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada tak sanggup lagi menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia dikegelapan gulita, lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha Pencipta agar melalui kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan hatinya pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh-kesah hatinya.

Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang hidupnya hingga akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan membawa serta cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaithoni. Jasad si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda masih tetap hidup subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang. Bahkan makamnya tak pernah sepi diziarahi.

Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran manusia. Demikian pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, yang menghalau segala dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Ia akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang terpisah oleh jarak bahkan oleh dua dimensi yang berbeda.

Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah tubuhnya, saat kedua mata tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam mengakhiri qiyamullailnya, saat itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.

“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah berpisah denganku?” Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.

Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair:

Kasih…

cinta yang terindah adalah mencintaimu,

sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.

Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu

burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.

Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya, “Di mana engkau berada?”

Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:

Aku berada dalam kenikmatan

dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir

berada dalam syurga abadi yang dijaga

oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa

yang akan menunggu kedatanganmu,

wahai kekasih…

“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan sebaliknya aku pun tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair kekasihnya

“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu. Sungguh, aku telah memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis kekasihnya itu.

“Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” Tanya si pemuda menegaskan

“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,” Jawab kekasihnya.

Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan kekasihnya, akhirnya Allah mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam baqa, walau tak sempat menghadirkan romantismenya di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin syurga.

Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri yang abadi nanti.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).

dari Raja’ bin Umar An-Nakha’i dll.
Sumber : www.dakwatuna.com
»»  Baca Selanjutnya...
8:38 PM

"Caring" Penerapan Caring Pada Pasien dengan Kebudayaan Jawa"

"Caring" Penerapan Caring Pada Pasien dengan Kebudayaan Jawa"

A. Latar Belakang Masalah
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan.
Dalam teorinya Orlando mengemukanan tentang beberapa konsep utama, diantaranya adalah konsep disiplin proses keperawatan ( nursing process discipline) yang juga dikenal dengan sebutan proses disiplin atau proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan untuk validasi atau perbaikan. (Tomey, 2006: 434)
Orlando juga menggambarkan mengenai disiplin nursing proses sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tindakan yang tepat (George, 1995 ;162)

B. TUJUAN
Umum :
Untuk memberikan gambaran konsep perilaku seorang perawat dalam melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien dari suku jawa secara holistik, humanistik dan komprehensif.

Khusus :
• Agar mahasiswa dapat mengetahui kosep perilaku yang harus dilakukan dalam memberikan tindakan keperawatan
• Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan perilaku keperawatan sesuai konsep
• Agar mahasiswa bisa berinteraksi dengan kebudayaan lainnya khususnya budaya jawa
• Agar mahasiswa mampu menciptakan suasana yang harmonis dan care dengan klien dari budaya lain khususnya budaya jawa


KERANGKA TEORI
A. Teori yang berkaitan dengan kasus
Teori keperawatan Orlando menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan perawat, apa yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan sebagai orang pertama yang mengidentifikasi dan menekankan elemen-elemen pada proses keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi pasien dalam proses keperawatan. Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi antara dua orang . Ketika perawat menggunakan proses ini untuk mengkomunikasikan reaksinya dalam merawat pasien, orlando menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Itu merupakan alat yang dapat perawat gunakan untuk melaksanakan fungsinya dalam merawat pasien.
Orlando menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama yaitu fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon internal atau kesegaraan, disiplin proses keperawatan serta kemajuan
1. Tanggung jawab perawat
Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam pemantauan. Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui benar peran profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi kewenangannya.
2. Mengenal perilaku pasien
Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien.
3. Reaksi segera
Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat dan persepsi individu pasien , berfikir dan merasakan.
4. Disiplin proses keperawatan
Menurut George (1995 hlm 162) mengartikan disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tidakan yang tepat.
5. Kemajuan / peningkatan
Peningkatan berari tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan produktif.

B. Aplikasi perilaku caring dalm bidang sesuai kasus
Praktisi keperawatan dalam melaksanakan fungsinya perlu menerapkan teori atau model yang sesuai dengan situasi tertentu. Pada kondisi awal, kombinasi dari beberapa teori atau model dapat dipertimbangkan, tetapi jika dipergunakan secara konsisten dapat dilakukan analisa atau evaluasi terhadap efektivitasnya. Dengan menggunakan berbagai teori dan model keperawatan, maka fokus dan konsekwensi praktek keperawatan dapat berbeda .
• Gambaran Kasus
Tn X usia 45 tahun, berasal dari daerha yogyakarta, status duda, satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher, rahang, lengan serta ke punggung sebelah kiri. Nyeri dirasakan seperti tertekan benda berat. Nyeri menetap walaupun telah diistirahatkan. Nyeri dirasakan terus menerus lebih dari 30 menit. Kemudian oleh keluarga dibawa ke UGD RSHS. Ketika pasien meraskan rasa nyeri tersebut pasien hanya bisa meringis (wajah merasa sakit) dengan nada pelan dan tidak berteriak. Pasien hanya pasrah dan merasakan nyerinya, dan sedikit mengeluarkan kata-kata.
Klien sebelumnya belum pernah dirawat atau sakit berat tetapi memiliki kebiasaan kurang olah raga, riwayat merokok berat 2 bungkus per hari, klien adalah seorang kepala keluarga dan bekerja sebagai seorang meneger di salah satu perusahaan.
Hasil pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 98 kali/pemit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat. Hasil pemeriksaan EKG menunjukan adanya ST elevasi. Hasil Laboratorium terdapat enzim troponin T positip dan CKMB meningkat. Oleh dokter klien didiagnosa sindroma koroner akut dengan ST elevasi Miocard infark.


TINJAUAN KASUS
A. Hasil Pengkajian sampai menemukan masalah
Pada kasus Tn X tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap perilaku pasien baik secara perbal maupun non verbal, melakukan validasi, membagi bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan. Perawat membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis, ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya, serta mengevaluasi tindakan perawatan yang sudah dilakukannya. Semua itu dapat diterapkan melalui pendakaan disiplin proses keperawatan Orlando sebagai berikut :
1. Fase Reaksi Perawat.
Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi perawat dan perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando identik dengan fase pengkajian pada proses keperawatan.
Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi yang emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu dikaji pada kasus diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya gangguan sirkulasi koroner, juga perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang menjadi faktor pencetusnya, bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya. Disamping itu dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada.
Perawat perlu mengkaji perilaku pasien non verbal yang menunjukan bahwa pasien memerlukan pertolongan segera seperti : tanda-tanda vital, pada kasus didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 98 kali/menit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat. Perlu juga dikaji bagaimana kondisi akral apakah hangat atau dingin, CRT, kekuatan denyut nadi, Selanjutnya perawat perlu mengetahui data-data lain seperti catatan dari tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Pada kasus didapatkan : EKG ST elevasi, diagnosa medis SKA STEMI. Troponin T positif, CKMB meningkat.
2. Fase Nursing Action
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data), diagnosa keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan atau implementasi Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan serta berhubngan dengan peningkatan perilaku pasien.
Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut Orlando perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan difokuskan terhadap masalah ketidak mampuan pasien untuk memenuhi kebutuhannya sehingga perlu pertolongan perawat. Dari data yang didapatkan pada kasus Tn X ditemukan masalah :
1. Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam memelihara perfusi jaringan otot jantung (berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap obstruksi.)
2. Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri (berhubungan dengan adanya iskemik)
3. Ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas fisik (berhubungan dengan ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen)
b. Rencana Keperawatan
Setelah masalah keperawatan pasien ditentukan disusun rencana keperawatan, fokus perencanaan pada pasien Tn X yaitu Rencana Tn X sendiri, dengan merumuskan tujuan yang saling menguntungkan baik pasien maupun perawat sehingga terjadi peningkatan perilaku Tn X kearah yang lebih baik. Adapun tujuannya yang diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn X yaitu mampu menolong dirinya memelihara perfusi otot jantung secara adekuat, pasien mampu menolong dirinya untuk mengatasi rasa nyeri, serta mampu melakukan pemenuhan aktivitas tanpa harus memberatkan kerja jantung.
c. Implementasi
Fokus implementasi adalah efektifas tindakan untuk menanggulangi yang sifatnya mendesak, terdiri dari tindakan-tindakan otomatis seperti melaksanakan tindakan pengobatan atas instruksi medis dan dan tindakan terencana terencana yang dianggap sebagai peran perawat profesional sesungguhnya.. Adapun implementasi keperawatan yang perlu dilakukan pada Tn X yaitu :
1). Membantu pasien dalam menolong dirinya untuk memelihara perfusi jaringan otot jantung
a.) Tindakan Otomatis:
(1). Berikan therapi nitrogliserin sesuai program therapi
(2) Berikan therapi aspirin sesuai program therapi
(3). Persiapkan klien untuk therapi trombolitik sesuai program
(4). Persiapkan pasien untuk pelaksanaan PTCA sesuai program terapi.
(5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
b) Tindakan terencana
(1) Istirahatkan pasien bed rest sampai kondisi akut teratasi dan keadaan stabil.
(2) Observasi tanda-tanda vital setiap 30 menit atau sesui
(3) Observasi tanda-tanda adanya penurunan kardiak output.
(4). Lakukan pemeriksaan EKG secara rutin
2). Membantu pasien untuk menolong dirinya menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri.
a). Tindakan otomatis
(1) Memberikan obat anti nyeri : morfin sesuai dengan program therapi.
(2) Berikan Oksigen melalui nasal canul 4 liter / menit sesuai program therapi
(3) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
b). Tindakan terencana ;
(1) Istirahatkan pasien : Bed rest sampai dengan kondisi klien stabil.
(2) Posisikan pasien semi fowler
(3) Observasi tanda-tanda vital setiap 30 menit atau sesuai kebutuhan
(4) Observasi perkembangan nyeri : kharakreistik, kwalitas dan kwantitasnya
(5) Lakukan tindakan relaksasi dengan menarik nafas dalam dan keluarkan nafas secara perlahan.
3). Membantu pasien untuk menolong dirinya dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
a) Tindakan otomatis
(1) Hindari pasien untuk melakukan mengedan ketika defekasi
(2) Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
b). Tindakan terencana
(1) Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
(2) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari ; nutrisi, personal hygiene, eliminasi.
(3) Lakukan mobilisasi fisik setelah kondisi stabil
3 Evaluasi
Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus mengevaluasi keberhasilannya.Evaluasi asuhan keperawatan pada tuan X difokuskan terhadap perubahan perilaku terhadap kemampuan menolong dirinya untuk mengatasi ketidakmampuannya. Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan dilaksankan. Adapun hasil yang diharapkan adalah:
a. Perfusi jaringan pada otot jantung meningkat atau adekuat, ditandai dengan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, hasil pemeriksaan EKG normal. Nyeri dada tidak ada.
b. Rasa nyaman terpenuhi: nyeri berkurang atau tidak ada, ditandai dengan : pasien mengatkan nyeri berkurang atau tidak ada, pasien relak. Tandatanda vital dalam batas normal,
c Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari : tidak ada keluhan nyeri dada, sesak nafas atau palpitasi saat melakukan aktivitas, tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas normal sebelum, selama dan setelah melakukan. Aktivitas. Pasien ammpu melakukan aktivitas sendiri dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari : makan, personal higiene dan eliminasi.

Dengan melihat aplikasi disiplin proses keperawatan pada kasus Tn X yang mengalami gangguan sistem kardiovaskular berhubungan dengan sindroma akut koroner non ST elevasi, penulis mencoba untuk membahas pelaksanaan aplikasi teori tersebut dengan membandingkan dengan proses keperawatan
Pada kedua proses tersebut, pada bagian tertentu secara keseluruhan sama. Misalnya keduanya merupakan hubungan interpersonal dan membutuhkan interaksi antara pasien dan perawat. Pasien sebagai input dalam keseluruhan proses. Kedua proses menggambarkan pasien sebagai total person. Tidak selalu tentang penyakit atau bagian tubuh. Kedua proses juga menggunakan metode tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan tersebut.
Fase pengkajian pada proses keperawatan sesuai dengan berbagi pada reaksi perawat dengan perilaku pasien dalan disiplin proses keperawatan orlando. Perilaku pasien mengawali pengkajian. Perilaku yang dikaji adalah perilaku verbal yang dikatakan oleh pasien yaitu riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utama, bagaimana keluhan itu dirasakan, bagaimana sifat dan kwalitas keluhan tersebut. Apa faktor pencetusnya. Dan faktor resiko terhadap terjadinya gangguan kesehatan. Sedangkan perilaku non verbal yang perlu diketahui oleh perawat adalah tanda-tanda dari gangguan fungsi tubuh sebagai respon pasien terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan yang membutuhkan pertolongan perawat, seperti perubahan tanda-tanda vital, keluar keringat yang berlebihan, ketidaknormalan fungsi tubuh seperti yang ditunjukan oleh hasil pemeriksaan penunjang EKG, pemeriksaan enzim roponin dan lain sebagainya.
Berbagi pada reaksi perawat dalam disiplin nursing proses adalah komponen yang sama dengan analisis pada proses keperawatan. Walaupun reaksi perawat adalah otomatis. Hal ini sedikit berbeda dengan analisa data pada proses keperawatan dimana seorang perawat untuk mampu melakukan analisa data perlu menggunakan dasar teori keperawatan dan menggunakan prinsip dari pengetahuan fisik dan perilaku dan itu harus benar-benar menjadi dasar dalam menganalisa berbagai tanda dan gejala yang dirasakan atau ditemukan pada pasien.
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan. Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan. Tujuannnya berhubungan dengan peningkatan perilaku pasien. Tujuan yang dirumuskan pada teori Orlanda menurut penulis masih terlalu umum yaitu fokuskan pada perubahan perilaku dalam menolong untuk memenuhi kebutuhan dirinya sehingga kemungkinan keberhasilannya sulit untuk diukur terutama terhadap masalah yang hanya diketahui oleh perawat tetapi tidak disadari oleh pasien. Seperti pada contoh kasus Tn X yaitu masalah penurunan perfusi jaringan pada otot jantung.
Implementasi meliputi seleksi akhir dan pelaksanaan dari tindakan keperawatan dan ini juga merupakan bagian dari fase tindakan keperawatan pada proses disiplin Orlando. Kedua proses memerintahkan bahwa tindakan harus sesuai bagi pasien sebagai individu yang unik. Pada Teori orlando tindakan keperawatan ada dua macam yaitu tindakan otomatis yang sifatnya segera dan terencana. Keduanya tidakan tersebut lebih diarahkan terhadap penanggulangan masalah kperawatan yang bersifat segera dan mengacam kehidupan pasien dan kurang memperhatikan tindakan-tindakan yang bersifat promotif atau preventif yang sebenarnya tidakan preventif seperti : pencegahan serangan ulang dan menghindari faktor resiko adalah penting bagi pasien yang menderita penyakit jantung seperti yang dialami Tn. X.
Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus mengevaluasi keberhasilannya. Evaluasi pada teori Orlando sudah cukup baik, yang mana evaluasi selalu dilakukan setelah setiap tindakan keperawatan dilakukan secara lengkap.


PEMBAHASAN

A. Sikap “caring” perawat

Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring” kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit “caring”.

Spirit “caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit “caring” bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.

“Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. “Caring” bukan semata-mata perilaku. “Caring” adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan (Marriner-Tomey, 1994). “Caring”juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999).

Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap “caring” untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.

Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus tercermin sepuluh faktor kuratif yaitu:

• Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemapuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
• Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolngan kesehatan.
• Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
• Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien.
• Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
• Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
• Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
• Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien.
• Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
• Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri.

Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain.

Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.

Bahasa jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang di ajak bicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa jawa juga sangat mempunyai arti yang luas.

Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa dan India.

Perawat merupakan kelompok profesi yang paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan, dan kesengsaraan yang dialami masyarakat. Perawat merupakan anggota dari kelompok profesi yang menggunakan ungkapan caring yang paling banyak, yakni setiap hari, secara menetap dan terus menerus. Bahkan para pakar keperawatan, menempatkan caring sebagai pusat perhatian dan sangat mendasar dalam praktek asuhan keperawatan. Namun kenyataan yang masih terus dihadapi hingga saat ini adalah perawat masih terus melaksanakan tugas keperawatan yang berorientasi pada proses penyakit dan tindakan-tindakan medik. Mereka bahkan tidak memahami secara tepat arti dari kata caring atau asuhan.

Menurut para pakar keperawatan tersebut di atas, apabila caring ditempatkan sebagai titik pusat praktek keperawatan, maka keperawatan dasar dalam profesi keperawatan akan memperoleh status yang lebih tinggi serta mendapatkan apresiasi yang tinggi dari penderita yang dirawat. Florence Nightingale yang merupakan inisiator profesi keperawatan menggambarkan bahwa seorang perawat harus memiliki sifat-sifat khusus yang menciptakan suasana mengasuh dan menolong untuk mempermudah kesembuhan pasien. Nightingale yang terkenal dalam perang dunia II sebagai perawat mengapresiasi pendekatan asuhan perawatan yang bersifat ekspresif, emosional dan penolong.

Pakar keperawatan, Orem, mempunyai praanggapan bahwa manusia perlu memelihara dan mengatur dirinya secara terus menerus melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan "self care" atau perawatan diri sendiri secara mandiri. Kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya beragam, perawat sebagai pemberi asuhan akan diperlukan untuk melakukan tindakan-tindakan khusus membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam perawatan diri bila mereka tidak mampu. Di sinilah esensi pendampingan perawatan. Apakah semua perawat sudah menyadari tugas dan fungsinya yang sangat hakiki dan esensial ini?

Watson yang terkenal dengan "Theory of Human Care", mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh. Leininger menyadari bahwa kebudayaan sangat berkaitan erat dengan harapan-harapan dan keyakinan-keyakinan pasien sehingga faktor sosial dan budaya mempunyai tempat yang khusus dalam pendekatan asuhan keperawatan. Ini berarti, sekalipun pola-pola, proses dan tindakan-tindakan perawatan bersifat universal tetapi perbedaan budaya, keberagaman macam manusia dan ekologi mengakibatkan adanya perbedaan pada beberapa pendekatan asupan. Dengan demikian asuhan keperawatan yang holistik dan manusiawi akan dirasakan oleh mereka yang sedang menderita.

Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Dia juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring sebagai suatu "moral imperative" (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan perawatan.

Caring juga sebagai suatu "affect" yang digambarkan sebagai suatu emosi atau perasaan kasihan. Caring merupakan suatu emosi, suatu perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien.

Pertanyaan sekaligus harapan adalah, apakah perawat kita telah memiliki semuanya ini dalam asuhan keperawatan di rumah sakit ataupun di puskesmas? Kita percaya bahwa caring merupakan usaha bersama antara pasien dan perawat. Kedua belah pihak yaitu perawat dan pasien harus berkomunikasi, saling percaya, menghargai dan bertanggung jawab terhadap satu dan lainnya. Dalam interaksi yang timbal balik ini pasien dan perawat sama-sama diperkaya.

Caring juga sebagai suatu therapeutic intervention. Dalam hal ini kondisi-kondisi pasien yang membutuhkan tindakan caring perlu dijelaskan seperti mendengarkan dengan aktif, mendidik pasien, menjadi penasehat pasien, menyentuh, menemani pasien dan kemampuan teknik mengenai prosedur atau intervensi keperawatan.

Pada konteks ini penekanan terutama pada perlunya pengetahuan dan keterampilan yang cukup sebagai dasar untuk melakukan caring dan di sinilah letak independensi keperawatan agar para perawat dapat menjadi mitra dokter. Aspek aktivitas caring ditunjukkan dalam bentuk bantuan, pertolongan dan pelayanan lewat hubungan perawat - pasien melalui kontak personal yang singkat. Hubungan perawat - pasien terjadi melalui pelaksanaan tugas-tugas saat memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus pasien, namun tidak semua aktivitas disebut caring. Kegiatan-kegiatan perawat baru bisa disebut caring hanya bila tindakan-tindakan tersebut dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dapat mengungkapkan emosi yang khusus untuk merasakan apa yang dirasakan oleh pasien. Aspek sikap seperti pertimbangan-pertimbangan kognitif dan moral di sini sebagai suatu respek terhadap martabat dan otonomi manusia.

Perawatan merupakan "caring for" dan "caring about" orang lain. "Caring for" adalah kegiatan-kegiatan dalam memberikan asuhan keperawatan seperti mengatur pemberian obat, prosedur-prosedur keperawatan, membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti menggosok punggung, memandikan. "Caring about" berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sharing atau membagi pengalaman-pengalaman seseorang dan keberadaannya. Perawat perlu menampilkan sikap empati, jujur dan tulus dalam melakukan caring about.
Kegiatan perawat harus ekspresif dan merupakan cerminan aktivitas yang menciptakan hubungan dengan pasien. Sifat-sifat aktivitas ini menimbulkan keterlibatan hubungan saling percaya, keyakinan, harapan, simpati, empati, sentuhan, kehangatan dan ketulusan. Di lain pihak ada komponen instrumental untuk memberi dukungan dan pertolongan yang mempunyai ciri pengasuhan, pengawasan, kenyamanan, perlindungan dan penghargaan. Aktivitas instrumental ini berupa perilaku-perilaku yang berorientasi pada bantuan fisik seperti prosedur-prosedur tindakan, serta perilaku yang berorientasi pada kognitif seperti mengajar dan memberi penyuluhan.

B. Humanisme dalam caring

Orang humanis meyakini kebaikan dan nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen dalam bekerja untuk kemanusiaan. Contoh perilaku yang manusiawi adalah empati, simpati, terharu dan menghargai kehidupan. Humanisme ini mendapat tempat yang khusus dalam keperawatan sebagai respon terhadap kemajuan teknologi.

Dalam keperawatan humanisme merupakan suatu sikap dan pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan daripada sebagai nomor tempat tidur atau sebagai seorang berpenyakit tertentu. Perawat yang menggunakan pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang diketahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai, pengalaman, kesukaan, perilaku dan bahasa tubuh.

Pendekatan humanistik ini adalah aspek keperawatan tradisional dari caring, yang diwujudnyatakan dalam pengertian dan tindakan. Pengertian membutuhkan kemampuan mendengarkan orang lain secara aktif dan arif serta menerima perasaaan-perasaan orang lain. Prasyarat bertindak adalah mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain dengan keikhlasan, kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal.

Aspek caring dalam keperawatan merupakan ide utama dimana perawat dapat membangun pengetahuan dan keterampilan praktek perawatan profesional. Namun, muncul pertanyaan, apakah profesi keperawatan yang merupakan kelompok terbesar pemberi pelayanan kesehatan dapat membuat suatu perbedaan yang besar dalam pelayanan jikalau caring benar-benar menjadi pusat dan dasar dalam praktek keperawatan? Sayangnya, kenyataan yang dihadapi sekarang adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan pengobatan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan medik memaksa perawat memberikan perhatian lebih pada tugas-tugas cure daripada care.

Menurut Leininger dan dalam kenyataan sehari hari perawat-perawat sekarang lebih cenderung tertarik pada pekerjaan dokter seperti pengobatan dan tindakan-tindakan medik. Bahkan dalam praktek keperawatan, beberapa perawat mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai waktu untuk mendengarkan pasien, memberi dukungan, kenyamanan dan tindakan caring yang lainnya. Hal ini disebabkan karena tanggung jawab interdependen perawat pada dokter yaitu mengerjakan tugas-tugas dokter.
Woodward mengatakan bahwa perawat mempunyai persepsi bahwa bila waktu mereka lebih banyak digunakan untuk berkomunikasi atau kontak dengan pasien, maka status mereka menjadi lebih rendah. Jika demikian maka janganlah memilih profesi perawat. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, bahkan oleh perawat di NTT sekalipun. Perawat akan merasa statusnya meningkat apabila menyuntik tanpa pelimpahan wewenang atau melakukan tindakan vasektomi dan venaseksi atau menjahit luka.



KESIMPULAN

Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoriti ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.

Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Apakah orang yang lulus pendidikan tinggi melalui pendidikan berlanjut menjadi baik perilaku caring nya ? Apakah dengan iklim organisasi yang baik tiba-tiba seseorang perawat akan lebih Caring. Bukan pekerjaan yang mudah untuk merubah perilaku seseorang. Yang terbaik adalah membentuk Caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada dalam pendidikan. Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting. Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan harus selalu memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsure caring yang lain harus ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada system yang bisa menemukan bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caring – nya.

»»  Baca Selanjutnya...
8:31 PM

ABORSI

DEFINISI ABORSI
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Jenis-jenis abortus :

1. Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahap-tahap abortus spontan meliputi :
a. Abortus Imminens : peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 22 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi (pembukaan) servik. Kehamilan dapat berlanjut.
b. Abortus Insipiens : peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 22 minggu dengan adanya dilatasi servik. Kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit.
c. Abortus Inkomplit : pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 22 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan.
d. Abortus Komplit : semua hasil kosepsi sudah dikeluarkan.
2. Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas.
3. Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis.
4. Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi.


Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
• Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
a. kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alkohol
• Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
• Faktor meternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, dan toksoplasmosis.
• Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi servik (untuk abortus pada TM II), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus.


ALASAN ABORSI
Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil, baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan atau sengaja).
Di Amerika, alasan-alasan dilakukannya aborsi adalah:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau tanggung jawab lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada didalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Data ini juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.


PELAKU ABORSI
Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika. Akan tetapi gambaran dibawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan. Seperti tertulis dalam buku “Facts of Life” oleh Brian Clowes, Phd:
Para wanita pelaku aborsi adalah:
Wanita Muda
Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun.
Usia Jumlah %
Dibawah 15 tahun 14.200 0.9%
15-17 tahun 154.500 9.9%
18-19 tahun 224.000 14.4%
20-24 tahun 527.700 33.9%
25-29 tahun 334.900 21.5%
30-34 tahun 188.500 12.1%
35-39 tahun 90.400 5.8%
40 tahun keatas 23.800 1.5%

Belum Menikah
Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri. Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur, kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.

Waktu Aborsi
Proses aborsi dilakukan pada berbagai tahap kehamilan. Menurut data statistik yang ada di Amerika, aborsi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pada berbagai usia janin.
Usia Janin Kasus Aborsi
13-15 minggu 90.000 kasus
16-20 minggu 60.000 kasus
21-26 minggu 15.000 kasus
Setelah 26 minggu 600 kasus



RESIKO ABORSI
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.


Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
2. Resiko gangguan psikologis

Resiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.


AGAMA DAN ABORSI
Saya akan membahas hal ini dari segi agama Islam (Al-Quran & Aborsi).
Al-Quran & Aborsi
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan.

Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)

Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang. Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)

Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang. Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)

Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah. Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)

Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita. Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.

Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah. Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!

Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan. Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.


HUKUM DAN ABORSI
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Hukum yang ada di Indonesia seharusnya mampu menyelamatkan ibu dari kematian akibat tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun). Ada 3 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu :
• Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
• Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
• Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).
Namun keberadaan peraturan di atas justru dianggap menimbulkan kerugian, karena aborsi masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa dilakukan secara aman (safe abortion). UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi aborsi yang salah sehingga pemberi pelayanan (dokter) merupakan satu-satunya yang dihukum. Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter), pencari pelayanan (ibu), dan yang membantu mendapatkan pelayanan, dinyatakan bersalah. dan akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia menjadi tinggi karena ibu akan mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih.
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 229 : 1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341 : Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342 : Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343 : Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346 : Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 : 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.


SUMBER DATA

STATISTIK ABORSI
Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKKBN ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu.

Jumlah kematian karena aborsi melebihi kematian perang manapun
Data statistik mengenai kasus aborsi di luar negeri, khususnya di Amerika dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI). Hasil pendataan mereka menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika yaitu hampir 2 juta jiwa lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang manapun dalam sejarah negara itu.
Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika dari tiap-tiap perang adalah:
1. Perang Vietnam 58.151jiwa
2. Perang Korea 54.246 jiwa
3. Perang Dunia II 407.316 jiwa
4. Perang Dunia I 116.708 jiwa
5. Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa
Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus.



Jumlah kematian karena aborsi melebihi semua kecelakaan
Menurut James K. Glassman dari The Washington Post pada tahun 1996, jumlah kematian akibat aborsi 10 kali lebih banyak daripada semua kecelakaan yang masih ditambah kasus bunuh diri maupun pembunuhan.
Data kecelakaan di Amerika menunjukkan:
1. Kecelakaan karena jatuh 12.000
2. Kecelakaan karena tenggelam 4.000
3. Kecelakaan karena keracunan 6.000
4. Kecelakaan mobil 40.000
5. Bunuh diri 30.000
6. Pembunuhan 25.000
Jumlah kematian karena aborsi selalu melebihi kematian karena kecelakaan, bunuh diri ataupun pembunuhan di seluruh dunia.

Jumlah kematian karena aborsi melebihi segala penyakit
Daniel S. Green dari Washington Post mengatakan bahwa pada tahun 1996, di Amerika setiap tahun ada 550.000 orang yang meninggal karena kanker dan 700.000 meninggal karena penyakit jantung. Jumlah ini tidak seberapa dibandingkan jumlah kematian karena aborsi yang mencapai hampir 2 juta jiwa di negara itu.
Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan kanker maupun penyakit jantung.


ANALISIS DATA

Data dianalisis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli medis. Hingga kini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia (390 per 100.000 kelahiran. tahun 2000) masih menduduki urutan teratas di Asia Tenggara, walaupun kontribusi aborsi sering tidak dilihat sebagai salah satu faktor tingginya angka tersebut.
Dari 46 juta aborsi/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman dan sekurangnya 13 persen kontribusi Angka Kematian Ibu Global (AGI, 1997; WHO 1998a; AGI, 1999).
WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5 juta dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian (Wijono, 2000). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 : Aborsi berkontribusi 11,1 % terhadap Angka kematian Ibu (AKI) , sedangkan menurut Rosenfield dan Fathalla (1990) sebesar 10 % (Wijono, 2000).
Tidak sedikit masyarakat yang menentang aborsi beranggapan bahwa aborsi sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah atau alasan-alasan lain yang berhubungan dengan norma khususnya norma agama. Namun kenyataannya, sebuah studi di Bali menemukan bahwa 71 % perempuan yang melakukan aborsi adalah perempuan menikah (Dewi, 1997), juga studi yang dilakukan oleh Population Council, 98,8 % perempuan yang melakukan aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah dan rata-rata sudah memiliki anak (Herdayati, 1998), alasan yang umum adalah karena sudah tidak ingin memiliki anak lagi, seperti hasil survey yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), 75 % wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak (BPS, Dep.Kes 1988)
Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena alasan di atas, namun karena adanya larangan baik hukum maupun atas nama agama, menimbulkan praktek aborsi tidak aman meluas. Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten memperlihatkan 53 % jumlah aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di Kabupaten. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di Kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten dilakukan oleh swasta/ pribadi (PPKLP-UI, 2001)

»»  Baca Selanjutnya...
6:05 PM

KONSEP DASAR MANUSIA

KONSEP DASAR MANUSIA

A. PENGERTIAN

Manusia adalah mahluk hidup yang sempurna di muka bumi dan diciptakan oleh Illahi memiliki tubuh (body), jiwa (mind) dan roh (spirit/soul)

Konsep Tiga dalam satu dianut oleh banyak disiplin ilmu (body-mind-spirit saling berinteraksi)

I. KONSEP DASAR OREM’S SELF-CARE



-)(-The maintenance of :
-air
-water
-food
-Elimination process & excrement
-Activity & rest
-Solitude & social interaction
-Human life, human function, human well being
-Promotion human potential

II. KONSEP DASAR CARING - WATSON

Suatu ilmu pengetahuan yang meliputi suatu ber perikemanusiaan,ilmu pengetahuan manusia yang berorientasi pada manusia dengan mempedulikan proses, gejala, dan pengalaman

KESEHATAN
*Suatu keadaan sejahtera fisik (jasmani), mental (rohani) dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan (WHO,2002)

*Kesehatan menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis


III. KONSEP DASAR KINGS’S CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR NURSING



HUMAN RESPONSE PATTERNS
Exchanging : mutual giving & receiving
Communicating : sending messages
Relating : establishing bonds
Valuing : assigning relative worth
Choosing : selection of alternatives
Moving : activity
Perceiving : reception of information
Knowing : meaning associated with information
Feeling : subjective awareness of information


IV. KONSEP DASAR MASLOW’S NEEDS




»»  Baca Selanjutnya...
5:29 PM

HIPERTENSI

HIPERTENSI

Definisi Umum : Tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg ( JNC )

Pembagian Hipertensi :

a. Berdasarkan Tekanan Diastolik.
1. High normal: Diastolik <> 115 mmHg

b. Berdasarkan Tek. Sistolik dan Diastolik
1. Normal : <> 160/95 mmHg

c. Bentuk Hipertensi
1. Hipertensi Diastolik
2. Hipertensi Campuran
3. Hipertensi sistolik

d. Berdasarkan Penyebab
1. Hipertensi Primer (esensial)
2. Hipertensi sekunder


HIPERTENSI PRIMER :
Penyebab tidak diketahui


HIPERTENSI SEKUNDER

Penyebab :

1. Penyakit ginjal akut
2. Pil kontrasepsi
3. Penyakit endokrin
4. Stress
5. Alkoholisme
6. Peningkatan Volume intravaskuler

Mekanisme Pengaturan Tek. Darah

Dipengaruhi oleh :
1. Faktor lokal ( respon kimiawi )
- sfinkter prekapiler
2. Mekanisme central ( syaraf otonom )
- Baroreseptor
- Kemoreseptor
- Sistem syaraf otonom
3. Respon endokrin ( hormonal )
- Antidiuretik hormon
- Angiotensin II
- Eritropoetin


Manifestasi Klinik

- Occipital headache (nyeri tengkuk)
- Fatigue
- Dizziness (pusing)
- Palpitasi
- Mata kunang-kunang
- Epistaksis

Terapi

- Farmakologik
a. Diuretik
b. Beta blocker
c. ACE inhibitor


- Non Farmakologik
a. menurunkan berat badan
b. Restriksi garam
c. Diet rendah lemak
d. Olah raga
e. Cegah alkohol
f. Restriksi kafein
g. Teknik relaksasi
h. Stop rokok
i. Suplemen K, Ca, dan Mg


Komplikasi Hipertensi

1. Penyakit jantung dan pembuluh darah
2. Cerebrovaskuler disease ( Stroke )
3. Ensefalopati hipertensi
4. Retinopati hipertensif



PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Diagnostik

1). Anamnesa
adanya keluhan :
• fatigue
• napas pendek
• riwayat penyakit hipertensi,PJK, Stroke, kelainan katup.
• Riwayat penyakit ginjal
• Pola makan
• Keluhan pusing-pusing
• Nyeri dada
• Nyeri tengkuk
• Nyeri abdomen
• Dispneu, tachipneu, ortopneu, PND
• Riwayat keluarga/genetik
• Riwayat merokok

2) Pemeriksaan Fisik
• kaji adanya peningkatan heart rate
• kaji irama denyut jantung
• peningkatan tek.darah
• auskutasi suara jantung : S3, S4, murmur
• distensi vena jugularis
• tanda-tanda sianosis (pucat, akral dingin, capilarry refill buruk)
• diaforesis
• timbang berat badan
• kaji adanya udema
• kaji adanya penurunan kesadaran
• adanya penggunaan otot pernapasan tambahan (respiratory distress)


4. Pemeriksaan Diagnostik

• Hb, Ht
• Glukosa darah
• BUN, Kreatinin
• Serum K dan CA
• Kadar aldosteron urin/serum
• X-ray dada
• E K G
• Intra venous Pyelography (IVP)


MASALAH KEPERAWATAN

1.Risti penurunan Curah jantung
2.Intoleransi aktifitas
3.Nyeri kepala (akut)
4.Gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
5.Risiko gangguan perfusi jaringan
6.Kurang pengetahuan


TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Monitor TD, Nadi, RR
2. Observasi tanda-tanda sianosis
3. Auskultasi bunyi jantung dan napas
4. Observasi tanda-tanda kelebihan cairan
5. Bed rest pada fase akut
6. Berikan makanan lunak
7. Hindari lemak, alkohol, rokok dan kopi
8. Ajarkan klien untuk mengenali gejala adanya peningkatan TD

KOLABORASI
Berikan terapi farmakologi sesuai indikasi
- obat diuretik ( Aldactone, lasix)
- beta blocker ( Propanolol,Atenolol)
- ACE Inhibitor(Captopril,Lisinopril)
- Calcium Channel Blocker (Nifedipin)



FAKTOR-FAKTOR PD TEKANAN DARAH


Created by : Ibu Mumpuni, S.Kp, M.Kes
»»  Baca Selanjutnya...
12:39 PM

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT

Peran Perawat :

1. Peran sebagai pemberi Asuhan Keperawatan.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memeprhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bias direncakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

10 Faktor Asuhan dalam Keperawatan :
1. Menunjukkan system nilai kemanusian dan altruisme.
2. Memberi harapan dengan :
- mengembangkan sikap dalam membina hubungan dengan klien
- memfalitasi untuk optimis
- percaya dan penuh harapan
3. Menunjukkan sensivitas antara satu dengan yang lain.
4. Mengembangkan hubungan saling percaya : komunikasi efektif, empati, dan hangat.
5. Ekspresi perasaan positif dan negative melalui tukar pendapat tentang perasaan.
6. Menggunakan proses pemecahan mesalah yang kreatif
7. Meningkatkan hubungan interpersonal dan proses belajar mengajar
8. Memeberi support, perlindungan, koreksi mental, sosiokultural dan lingkungan spiritual
9. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia
10. Melibatkan eksistensi fenomena aspek spiritual.

Kekuatan dalam Asuhan :
1. Aspek Transformasi
Perawat membantu klien untuk mengontrol perasaannya dan berpartisipasi aktif dalam asuhan.
2. Integrasi asuhan
Engintegrasikan individu ke dalam sosialnya.
3. Aspek Pembelaan
4. Aspek penyembuhan Membatu klien memilih support social, emosional, spiritual.
5. Aspek Partisipasi.
6. Pemecahan masalah dengan metoda ilmiah.

2. Peran Sebagai Advokat ( Pembela) Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam meninterpretasikan berbagia informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran Sebagai Edukator
Peran ini dilakukan untuk :
1. Meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien mengatasi kesehatanya.
2. Perawat memberi informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien

4. Peran Sebagai Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemeberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
Tujuan Perawat sebagi coordinator adalah :
a. Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan klien.
b. Pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien.
c. Menggunakan keterampilan perawat untuk :
- merencanakan
- mengorganisasikan
- mengarahkan
- mengontrol

5. Peran Sebagai Kolaborator
Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran Sebagai Konsultan
Peran disini adlah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peran Sebagai Pembeharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Peran perawat sebagai pembeharu dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya :
- Kemajuan teknologi
- Perubahan Lisensi-regulasi
- Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan
- Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan.

Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan, terdapat pembagian peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan tahun 1983 yang membagi menjadi 4 peran diantaranya peran perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola pelayanan dan institusi keperawatan, peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan serta peran perawat sebagai peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan.


Fungsi Perawat :

1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenhuan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas, dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang ber sifat saling ketergantungan di antara tam satu dengan lainya fungsa ini dapat terjadi apa bila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderaita yang mempunyai penyskit kompleks keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainya, seperti dokter dalam memberikan tanda pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah di berikan.


»»  Baca Selanjutnya...
3:13 PM

Diare

A. Konsep dasar diare akut

1. Pengertian
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. (Mansjoer, 2005).
Diare akut didefinisikan sebagai keluarnya buang air besar satu kali atau lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang dari empat belas hari. (Soegijanto, 2002).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal, biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi buang air besar lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa lendir dan darah. (Hidayat,2006).

2. Etiologi
Penyebab diare menurut Ngastiyah (1997) dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :

a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi :
a) Infeksi bakteri :
(1) Golongan noninvasif (tidak dapat menembus mukosa) yaitu : Vibrio cholerae, E. coli patogen.
(2) Golongan invasif yaitu : Salmonella, Shigella, E. coli infasif, E. coli hemorrhagic dan Campylobacter.
b) Inveksi virus : Enterovirus (Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis.

b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang paling sering adalah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Protein : asam amino, laktoglobulin.
c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis : rasa takut, cemas, stres. Menurut Guyton dan Hall (1997) stres mengakibatkan adanya stimulasi ke usus oleh saraf parasimpatis yang mencetuskan peningkatan motilitas maupun sektresi mukus.

3. Patofisiologi
Adanya bahan makanan yang tidak dapat diabsorbsi oleh lumen usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi penyerapan air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadi diare. Bakteri non-patogen (bakteroides, laktobasilus, klostridium) di dalam lumen usus halus (sering disebut flora usus) dapat menyebabkan diare. Normalnya melalui proses fermentasi bakteri non-patogen usus memetabolisir berbagai macam substrat terutama zat – zat makanan dengan hasil akhir asam lemak dan gas. Metabolisme anaerob ini akan memberikan tambahan energi bagi tubuh. Akibat stasis usus, obstruksi dan malnutrisi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri non-patogen sehingga pada proses fermentasi zat makanan menghasilkan metabolit yang tidak diinginkan oleh tubuh. Sebagai contoh : laktosa (dari susu) merupakan makanan yang baik bagi bakteri non-patogen. Laktosa akan difermentasikan menghasilkan gas lambung dan menyebabkan distensi. Akibat dari tingginya konsentrasi laktosa menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat. Keadaan hiperosmolar ini akan menyerap air dari intra selluler yang diikuti dengan peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi diare.
(Markum,1996).



4. Manifestasi klinik
a. Anak cengeng dan gelisah
b. Suhu tubuh meningkat lebih dari 38ºC
c. Nafsu makan berkurang, mual, muntah
d. Berat badan turun
e. Membran mukosa kering
f. Nadi cepat
g. Takipnea
h. Turgor kulit tidak elastis, mata cekung, ubun – ubun cekung
i. Feces cair dengan/tanpa lendir dan darah
j. Peningkatan bising usus
k. Haluaran urine berkurang
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005 & Pillitteri, 2002)

Menurut Soegijanto (2002) berdasarkan penurunan berat badan, dehidrasi dibagi menjadi :
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%
2) Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5 %
3) Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10%
4) Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan > 10%


Skor Maurice King
Bagian tubuh yang diperiksa Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk Mengigau, koma, syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi / menit Kuat <> 140
(Markum, 1996)
Catatan :
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dijepit” antara ibu jari dan telunjuk selama 30 – 60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :
- 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
- 1 – 2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
- 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
2. Berdasarkan skor yang didapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya :
- Jika mendapat nilai 0 – 2 : dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3 – 6 : dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7 – 12 : dehidrasi berat

5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak dengan diare antara lain :
a. Dehidrasi : ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik.
b. Renjatan hipovolemik : pada dehidrasi berat menyebabkan volume darah berkurang sehingga terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala nadi cepat dan lemah, pasien sangat lemah dan kesadaran menurun.
c. Asidosis metabolik : terjadi karena kehilangan NaHCO3 bersama feces, metabolisme lemak tidak sempurna sehingga bahan keton tertimbun dalam tubuh, penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam tertimbun dalam tubuh karena terjadi oliguria dan anuria serta berpindahnya ion Na dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel. Asidosis metabolik ditandai dengan pernapasan cepat, dalam dan teratur (pernapasan kuszmaull).
d. Hipokalemia : dengan gejala meteorismus, hipotoni, otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram.
e. Hipoglikemia : gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, kejang sampai koma.
f. Intoleransi sekunder akibat keruakan villi mukosa usus dan defisiensi enzim laktase.
g. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
h. Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare jika lama atau kronik
(Ngastiyah, 1997)

6. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan Mansjoer (2005) dan Nettina (2002) pemeriksaan penunjang pada diare adalah :
a. Pemeriksaan Feses : makroskopis dan mikroskopis untuk melihat adanya leukosit, eritrosit, parasit; pH bila dibawah 6,0 (asam) disertai tes reduksi positif menunjukkan adanya intoleransi glukosa; kultur feces untuk mencari bakteri penyebab diare.
b. Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca dan P serum pada diare yang disertai kejang).
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit serta fungsi ginjal.
d. Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab diare.
e. Kultur darah untuk mengetahui septikemia, studi serologi dapat mendeteksi virus.

7. Penatalaksanaan
Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2005) dasar pengobatan diare adalah :

a. Pemberian cairan
Jenis cairan
1) Cairan per oral
a) Formula lengkap (oralit) : mengandung NaCl, NaHCO3, KCL dan glukosa.
b) Formula sederhana : hanya mengandung NaCL dan Sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam.
2) Cairan parenteral
a) DG AA (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5% atau sama dengan cairan KA-EN 3B).
b) RL G (1 bagian Ringer Laktat + 1 bagian glukosa 5% atau sama dengan RD 5%).
c) RL (Ringer laktat).
d) 3A (1 bagian NaCl 0,9 % + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6 mol/L atau sama dengan KA-EN 3A).
e) DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%).
f) RL G 1 : 3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%).
g) Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½% atau 4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9% atau sama dengan N5).
b. Pemberian makanan (Dietetik)
1) Untuk anak umur <> 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg.
Jenis makanan :
a) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tak jenuh, misalnya LLM, Almiron).
b) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim).
c) Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
2) Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanan : makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan dirumah.
c. Obat – obatan
1) Obat anti sekresi
a) Asetosal : dosis 25 mg/tahun, minimum 30 mg.
b) Klorpromazin : dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari.
2) Obat anti spasmolitik : papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid.
3) Antibiotika
Diberikan bila penyebab diare diketahui :
a) Kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg/kgBB/hari.
b) Campylobacter, diberiakan eritromisin 40 – 50 mg/kgBB/hari.
Antibiotika untuk penyakit penyerta :
a) Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari.
b) Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin 50 mg/kgBB/hari.
c) Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari atau ampisilin 75–100 mg/kgBB/hari ditambah gentamisin 6 mg/kgBB/hari atau derivat sefalosforin 30 – 50 mg/kgBB/hari.



B. Konsep dasar asuhan keperawatan diare akut

1. Pengkajian keperawatan

Menurut Wong (2004) pengkajian anak dengan diare akut meliputi :
a. Data biografi
b. Riwayat Kesehatan
1) Penyakit yang pernah diderita (terutama penyakit infeksi).
2) Riwayat imunisasi.
Vaksin Pemberian Selang waktu Umur pemberian
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B 1 kali
3 kali
4 kali
1 kali
3 kali
4 minggu
4 minggu
4 minggu
4 minggu 0 – 11 bulan
2 – 12 bulan
0 – 11 bulan
9 – 11 bulan
0 – 11 bulan

3) Riwayat tumbuh kembang
Tahap pertumbuhan dan perkembangan untuk anak usia 12 sampai 18 bulan menurut Soetjiningsih (1995) :
Tahap pertumbuhan :
a) Perkiraan berat badan ideal untuk usia 1 tahun dengan menggunakan rumus “umur (tahun) x 2 + 8” = 10 kg.
b) Perkiraan tinggi badan untuk umur 1 tahun = 75 cm.
c) Perkiraan jumlah pertumbuhan gigi untuk anak usia 1 tahun yaitu sebanyak 6 – 8 gigi.
d) Lingkar lengan atas ideal untuk anak usia 1 tahun = 16 cm.
Tahap perkembangan :
a) Berjalan dan mengeksplorasikan rumah serta sekeliling rumah.
b) Menyusun 2 – 3 kotak.
c) Dapat mengucapkan 5 – 10 kata.
d) Memperlihat rasa cemburu dan rasa bersaing.
Penilaian perkembangan berdasarkan Test Denver.
a) Motorik kasar : berdiri sendiri, berjalan dengan baik, membungkuk dan berdiri, berjalan mundur.
b) Motorik halus : mencorat – coret, menaruh kubus di cangkir.
c) Bahasa : mengucapkan 3 kata.
d) Sosial : bermain bola, menirukan gerakan, minum dari cangkir, menggunakan sendok / garpu.
4) Riwayat pemberian makan.
5) Riwayat kesehatan lingkungan : kebersihan lingkungan tempat tinggal, sumber air bersih, ventilasi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kaji status dehidrasi (warna kulit, suhu akral, turgor kulit, membran mukosa, mata, ubun – ubun, suhu tubuh, nadi, pernapasan, perilaku, penurunan berat badan).
2) Observasi adanya manifestasi diare akut
a) Serangan diare tiba - tiba
b) Demam
c) Anoreksia, mual, muntah
d) Penurunan berat badan
e) Nyeri dan kram abdomen, distensi abdomen
f) Peningkatan bising usus / hiperperistaltik
g) Malaise
h) BAB lebih dari 3x sehari, konsistensi feces cair, dengan/atau tanpa lendir dan darah
3) Kaji status psikososial keluarga
4) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
a) Pengetahuan tentang penanganan diare dirumah
b) Pengetahuan tentang diet
c) Pengetahuan tentang pencegahan diare berulang

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan Wong (2004) diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada anak dengan diare akut adalah :
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui feces atau emesis ditandai dengan :
Data subyektif : Klien haus, mual, anoreksia.
Data objektif :
• Ketidakcukupan masukan cairan per oral
• Keseimbangan negatif antara intake dan output
• Penurunan berat badan
• Membran mukosa kering
• Penurunan haluaran urine
• Penurunan turgor kulit
• Peningkatan Natrium serum
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare, intake yang tidak adekuat ditandai dengan :
Data subyektif :
• Keluarga klien melaporkan penurunan porsi makanan yang dihabiskan
• Kram abdomen
Data obyektif :
• Penurunan berat badan di bawah berat badan ideal
• Lingkar lengan atas di bawah ideal
• Konjungtiva anemis
• Anoreksia
• Kelemahan otot
• Penurunan albumin serum
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran gastrointestinal.
d. Kerusakan integritas kulit perianal berhubungan dengan iritasi karena diare ditandai dengan :
Data subyektif : perubahan kenyamanan : nyeri, gatal
Data obtektif :
• Kerusakan pada lapisan kulit (dermis) : lesi dan iritasi kulit karena popok
• Daerah perianal lembab dan kemerahan
e. Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stres ditandai dengan :
Data subyektif : melaporkan perasaan cemas, ketakutan
Data obyektif :
• Gelisah
• Fokus pada diri sendiri
• Kontak mata kurang
• Mudah tersinggung
• Tremor
• Ketegangan wajah
• Peningkatan pernapasan dan nadi
• Berkeringat
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan tentang penyakit, pengobatan klien ditandai dengan :
Data subyektif :
• Keluarga mengekspresikan perasaan tidak menerima keadaan
• Keluarga melaporkan ketidaktahuan terhadap kondisi klien
Data obyektif :
• Keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap situasi krisis
• Keluarga tidak mau berpartisipasi dalam program terapeutik klien
• Perilaku keluarga yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengobatan dan perawatan klien
3. Intervensi Keperawatan
a. Dx. 1 Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui feces atau emesis.
Tujuan : Pasien mempertahankan hidrasi adekuat.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda dehidrasi : turgor kulit elastis, ubun – ubun tidak cekung, pasien tidak gelisah, membran mukosa lembab, tidak ada penurunan berat badan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC.
- Intake dan Output seimbang, kebutuhan cairan untuk anak usia 13 bulan = 120 – 135 ml/kgBB/hari (900 – 1000 ml/hari).
- Nilai elektrolit dalam batas normal : Na = 135–145 mmol/L, K = 3,5 –5,5 mmol/L, Cl = 98 – 105 mmol/L.
Intervensi :
1) Catat Observasi Intake Output setiap 24 jam.
R/ Mengetahui status dehidrasi dan mengevaluasi keefektifan intervensi.
2) Timbang berat badan anak setiap hari.
R/ mengobservasi dehidrasi.
3) Ukur tanda – tanda vital dan evaluasi turgor kulit, membran mukosa, status mental.
R/ mengobservasi dehidrasi.
4) Beri tahu keluarga untuk memberikan anak minum secara bertahap.
R/ meningkatkan hidrasi.
Kolaborasi :
5) Berikan larutan rehidrasi oral (oralit).
R/ rehidrasi dan pengganti kehilangan cairan melalui feces.
6) Berikan dan pantau cairan IV sesuai indikasi (kolaborasi).
R/ pengganti kehilangan cairan.
7) Observasi hasil pemeriksaan elektrolit.
R/mengetahui tingkat hidrasi dan keefektifan intervensi.

b. Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare, intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Pasien mengkonsumsi intake nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan (berat badan stabil), berat badan ideal untuk anak umur 13 bulan = 10 kg.
- Makan habis 1 porsi.
- Tidak ada mual, muntah.
- Nilai Hb dan albumin dalam batas normal : Hb = 13,2 – 17,3 g/dL, Albumin = 4 - 5,8 g/dL.
Intervensi :
1) Evaluasi status nutrisi dan penurunan berat badan.
R/ Mengindentifikasi kebutuhan untuk intervensi selanjutnya.
2) Beritahu dan motivasi ibu/keluarga untuk melanjutkan pemberian ASI.
R/ ASI mengurangi kehebatan dan durasi penyakit serta memberikan tambahan nutrisi.
3) Beri tahu ibu untuk memberikan anak makan dalam porsi kecil tapi sering
R/ meningkatkan intake makanan.
4) Observasi dan catat respon terhadap pemberian makan.
R/ mengetahui toleransi terhadap pemberian makanan.
Kolaborasi :
5) Berikan diet yang tepat sesuai indikasi.
R/ memberikan diet yang tepat sesuai kebutuhan tubuh dapat mengurangi diare dan memperbaiki status nutrisi. Kebutuhan kalori anak umur 1 tahun = 100 – 200 kkal/kgBB/hari, kebutuhan protein = 15 g/hari, kebutuhan lemak = 15 – 20% energi total.
6) Observasi nilai laboratorium khususnya Hb dan albumin.
R/ menurunnya nilai hemoglobin menyebabkan distribusi nutrisi oleh darah keseluruh tubuh menurun. Albumin merupakan komponen protein yang membentuk lebih dari setengah protein plasma.

c. Dx. 3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran gastrointestinal.
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan infeksi gastrointestinal.
Kriteria hasil :
- Tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC.
- Nilai leukosit dalam batas normal : 6000 – 17500 /µL.
Intervensi :
1) Ajarkan orang tua klien cara mencuci tangan yang benar.
R/ mencegah penyebaran infeksi.
2) Beritahu orang tua untuk memakaikan popok dengan benar dan sekali pakai.
R/ Mengurangi kemungkinan penyebaran feces dan menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis karena popok.
3) Beritahu keluarga untuk melakukan tindakan perlindungan infeksi terhadap anak seperti mencuci tangan sebelum berinteraksi dengan anak dan sebelum memberikan makan, menjaga kebersihan diri ibu terutama sebelum memberikan ASI.

d. Dx. 4 Kerusakan integritas kulit perianal berhubungan dengan iritasi karena diare.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : Kulit sekitar anus tidak lecet dan lembab.
Intervensi :
1) Observasi daerah bokong terhadap tanda – tanda iritasi.
R/ menentukan intervensi yang tepat.
2) Beritahu orang tua klien untuk mengganti popok jika sudah kotor.
R/ menjaga agar kulit tetap bersih dan kering
3) Beritahu orang tua klien untuk membersihkan bokong klien dengan sabun lunak non-alkalin / sabun bayi.
R/ pencucian bokong yang tidak bersih dapat merusak integritas kulit .
Kolaborasi :
4) Berikan salep topikal sesuai indikasi.
R/ mengurangi iritasi.

e. Dx. 5 Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stres.
Tujuan : Klien menunjukkan tanda – tanda kenyamanan
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda distres fisik atau emosional
- Keluarga berpartisipasi dalam perawatan klien
Intervensi :
1) Berikan tindakan atau aktivitas kenyamanan pada anak, ajak anak bermain, membacakan cerita bergambar dan aktivitas yang sesuai dengan toleransi anak.
R/ mencegah kejenuhan pada anak.
2) Libatkan orang tua klien dalam aktivitas perawatan.
R/ mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan.
3) Berikan sentuhan, berbicara dengan anak dan stimulasi sensoris sesuai tingkat perkembangan anak.
R/ memberikan kenyamanan dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

f. Dx. 6 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan tentang penyakit, pengobatan klien .
Tujuan : Keluarga memahami tentang penyakit anak dan pengobatannya serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untu merawat anak khususnya untuk perawatan di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi kepada keluarga tentang penyakit anak dan program pengobatan.
R/ meningkatkan kepatuhan keluarga terhadap program terapeutik, khususnya jika sudah berada di rumah.
2) Beritahu dan motivasi keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan diare berulang.
R/ mencegah terjadinya diare berulang.
3) Beritahu dan motivasi keluarga cara perawatan anak di rumah dan melanjutkan program pengobatan anak yang masih didapat.
R/ keluarga melaksanakan program terapeutik secara optimal dan mencegah diare berulang.


4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu pengelolaan dari rencana tindakan / intervensi keperawatan yang telah dibuat sebelumnya yang dilakukan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan proses akhir dari asuhan keperawatan dimana hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan klien dan keluarga :
a. Klien mempertahankan hidrasi adekuat / intake cairan yang adekuat : tidak ada tanda – tanda dehidrasi : turgor kulit elastis, ubun – ubun tidak cekung, pasien tidak gelisah, membran mukosa lembab, tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC, intake dan output seimbang, nilai elektrolit dalam batas normal : Na = 135–145 mmol/L, K = 3,5 –5,5 mmol/L, Cl = 98 – 105 mmol/L.
b. Klien mengkonsumsi intake nutrisi yang adekuat : tidak terjadi penurunan berat badan (berat badan stabil), makan habis 1 porsi, tidak ada mual, muntah, nilai Hb dan albumin dalam batas normal : Hb = 13,2 – 17,3 g/dL, Albumin = 4 - 5,8 g/dL.
c. Klien tidak menunjukkan infeksi gastrointestinal : tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC, nilai leukosit dalam batas normal : 6000 – 17500 /uL.
d. Klien mempertahankan integritas kulit, kulit sekitar anus tidak lecet dan lembab.
e. Klien menunjukkan tanda – tanda kenyamanan, tidak ada tanda – tanda distres fisik atau emosional, keluarga berpartisipasi dalam perawatan klien.
f. Keluarga memahami tentang penyakit anak dan pengobatannya serta mampu memberikan perawatan, keluarga menunjukkan kemampuan untu merawat anak khususnya untuk perawatan di rumah.


»»  Baca Selanjutnya...