8:21 AM

Asma, Bronkhitis, Emfisema

KONSEP DASAR PPOM

A. Bronkhitis Kronis

1. Pengertian

Berikut ini merupakan pengertian dari Bronkhitis Kronis :

a. Bronkhitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yan berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-turut. (Bruuuner.2001.600)

b. Bronkhitis kronis adalah gangguan sebagai suatu gangguan peru yang obtruktif yang ditandai oleh produksi mokus berlabihan saluran napas bawah selama panjang kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berlarut-larut.(Corwin.2000.435)

c. Bronkhitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan-pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. (Sylvia.2000.689)

d. Bronkhitis kronis adalah inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan atau hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi perfusi dan memyebabkan sianosis. Inflamasi merupakn Inflamasi bronkus. (Doenges.2000.152)

e. Bronkhitis kronis adalah batuk persisten dengan produksi sputum selama paling sedikit 3 bulan dalam 2 tahun berturut-turut (Robbins.1994.237)

2. Etiologi

Etiologi bronkhitis kronis, antara lain adalah sebagai berikut :

a. Merokok (Bruner. 2001. 600 dan Corwin. 2000.434)

b. Pemajanan terhadap polusi (Bruner. 2001. 600)

c. Polusi udara pada daerah industri (Sylvia. 2001.691)

3. Patofisiologi

Patofisiologi bronkhitis kronik menurut Bruner. 2001. hal 600 adalah sebagai berikut :



Asap mengiritasi jalan nafas









Asap mengiritasi jalan nafas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi . Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya dan fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri.

Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Penyempitan bronkioli lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan nafas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkietasis.(Bruner. 2001. 600)

4. Tanda dan gejala

Menurut Corwin. 2000. hal 434, tanda dan gejala bronkhitis kronis antara lain adalah sebagai berikut :

a.Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk oleh iritan- iritan inhlan, udara dingin atau infeksi.

b.Dyspnea

5. Komplikasi

Menurut Bruner .2001.hal 600, komplikasi bronkhitis kronis adalah sebagai berikut :

a. Emfisema

b. Bronkiektasis

(sedangkan menurut Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UI. 1973. hal 159)

c. Penyakit jantung menahun

d. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut

6. Penatalaksanaan Medis

a. Pengobatan bronkhitis kronik menurut ( Brunner.2001.hal 600 ) adalah sebagai berikut:

1) Bronkodilator untuk menghilangkan bronkopasme dan mengurangi obstruksi jalan napas, sehingga lebih banyak oksigen di distribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki.

2) Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan rokok karena menyebabkan bronkokonstriksi, melumpuhkan silia, menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran penting dalam memudahkan pengembangan paru.

b. Cairan

Cairan diberikan peroral / parenteral jika bronkopasme berat ) adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan membatukkannya.


B.Emfisema

1. Pengertian

Berikut ini merupakan pengertian dari emfisema :

a. Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkhiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.

b. Emfisema paru – paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru – paru yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus alveolaris, serta destruksi dinding alveolar. (Sylvia.2000.689)

c. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216)

d. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)

e. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253)

2. Etiologi

Etiologi emfisema menurut Corwin.2000.hal 435 dan Ganong. 2002 . hal 663 ;

Bruner dan Suddarth. 2001. hal 602) adalah : merokok


3. Patofisiologi

asap

Berikut adalah skema Patofisiologi Emfisema menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 602 :




4.Tanda dan gejala

Menurut Corwin. 2000. hal 436 dan Ganong. 2002. hal 663 tanda dan gejala bronkhitis kronis antara lain adalah sebagai berikut :

a. Dada mengembang atau barrel chest

b. Hipoksia hiperkapnia

c. Takipnea

d. Pembentukan mukus

5. Komplikasi

Menurut Brunner.2001. hal 602 dan Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UI. 1973. hal 159 komplikasi emfisema adalah sebagai berikut :

a Hipertensi pulmonal c. Gagal jantung kanan

b Gangguan Respirasi total d. Pneumotoraks

6. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis menurut Sylvia. 2000. hal 695 dan Brunner dan Suddarth.2001. 604 adalah sebagai berikut :

a Pengobatan

1). Obat bila timbul gejala dypsnea dan bila jumlah sputum bertambah adalah Tetrasiklin, Amphisilin dan Penisilin.

1. a.Bronkodilator
1.Derivat Xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilin
2. Beta-2 agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah : terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi
4.Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon

b.Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans


c.Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme

2). Cara untuk mengurangi obstruksi saluran nafas adalah

a) Dengan memberikan hidrasi yang cukup untuk mengencerkan spasme sekret bronkus,

b) Ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos dan untuk mendilatasi jalan napas. Contoh obatnya adalah albuterol, terbutalin, dan xantin.

3). Terapi aerosol.

Terapi aerosolisasi ( proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus ) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.

4). Terapi oksigen

Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan empisema berat.

Hypoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah PaO2 hingga antara 65 – 880 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16 jam/hari, dengan 24 jam lebih baik. Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja

B. Asma

1. Pengertian

Berikut ini merupakan pengertian dari Asma :

a. Asma adalah penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang sudah tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan.Sehingga terjadi penyempitan mendadak.(Kus Irianto.2004.215)

b. Asma diidentifikasikan sebagai penyakit obstruksi jalan napas (Rudolf)

c. Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkiolus.(Corwin.2000.433)

d. Asma merupakan suatu penykit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periodic dan refersible akibat bronkospasme. (Sylvia. 2000. hal 689)

2. Etiologi

Etiologi asma menurut Robins.1994.hal 238 dan Corwin.2000.hal 430

antara lain adalah sebagai berikut :

a. Dingin

b. Stress

c. Iritan alergan

d. Peradangan


3. Patofisiologi

Berikut adalah skema Patofisiologi Asma menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 611 :







Alergan / stresor






4. Tanda dan gejala

Menurut Rudolf.2006.hal 517 ; Corwin.2000.hal 431 dan Ganong.hal 662

tanda dan gejala Asma antara lain adalah sebagai berikut :

a. Batuk

b. Wheezing

c. Dyspnea

d. Retaksi dada

e. Napas cuping hidung

f. Peningkatan jelas udara napas

g.Waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama


5. Penatalaksanaan medis

a. Pengobatan

1) Pasien diobati dengan agonos beta (misalnya, metaproterenol, tebultalin, dan algluterol.

2) Bronkodilator

Misalnya :

-Aminophyline,

-Theophyline.( biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah))

Fungsi : merangsang pelebaran saluran udara

Cara kerja : bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam.

3) Kortikosteroid

Misalnya : Beclomethasone

4) Terapi oksigen

Terapi oksigen dilakukan mengatasi Dyspnue, sianosis, dan hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker atau katetar hidung di berikan.

Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai-niali gas darah.PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg pemberian sedatif merupakan kontra indikasi.

b. Cairan

Pasien membutuhkan cairan intravena untuk hidrasi.


Asuhan Keperawatan pada Pasien PPOM

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar dalam asuhan keperawatan secara keseluruhan. Tujuan dari pengkajian ini adalah sebagai gambaran tentang keadaan klien yang memungkinkan bagi perawat untuk merencanakan asuhan keperawatan. Adapun data yang di dapat dari hasil pengkajian adalah :

a. Data biografi

Data dasar adalah merupakan identitas klien yang meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat dan lain-lain.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu]

Apakah klien sebelumnya pernah sakit seperti yang dialami saat ini dan klien pernah dirawat juga sebelumnya dan juga apakah klien pernah menjalani operasi dan penyakit apa yang sering diderita klien.

2) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah keluarga klien ada yang memiliki penyakit terutama penyakit pernafasan.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Berupa keluhan utama atau keadaan yang ditemukan saat melakukan pengkajian. Apakah klien merasakan sesak nafas, ada batuk dan lain-lain

4) Riwayat kesehatan lingkungan

Bagaimana kebersihan dan kemungkinan bahaya di tempat.tinggal klien

c. Keadaan psikososis

Meliputi suasana hati, persepsi terhadap penyakit, karakter, perkembangan mental, kepekaan terhadap lingkung, daya konsentrasi, sosialisasi, keadaan emosional, mekanisme koping.

d. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi adanya dyspnea,retraksi otot bantu nafas,apakah ada penurunan bunyi nafas,tachipnea.

2) obsevasi adanya gejala-gejala pada penyakit PPOM seperti : bronchitis kronik,emfisema,dan asma.

e. Kebiasaan sehari-hari

Mulai dari aktifitas sehari-hari, pola nutrisi, pola minum, pola eliminasi, pola istirahat tidur, pola personal hygine diwaktu sehat dan sakit serta pola pekerjaan, pola rekreasi, pola kebiasaan tambahan seperti merokok, minum alkohol, dan obat-obatan, pola komunikasi keluarga, sosialisasi mayarakat, spritual serta harapan klien terhadap perawat.

f. Program dokter meliputi diit, obatan yang digunakan.

g. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti laboratorium, AGD, rontgen, dan EKG.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul ,menurut Brunner ,2001,606

a. Kerusakan pertukaran gas b.d. gangguan suplai oksigen (Marilynn E. Doenges 1999 : 158).

b. Pola pernapasan tidak efektif b.d. napas pendek, lendir, bronkokonstruksi dan iritan jalan nafas (Suzanne C. Smeltze dkk, 2001 : 601)

c. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. bronkokonstriksi, peningkatan sekresi, penurunan mekanisme venntilasi dan oksigensi.

d. Nyeri (akut) b.d proses patokfisiologi penyakit paru obtruksi menahun.

e. Defisit perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan ingufiensi, ventilasi dan oksigenasi.

f. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksimia, dan pola pernapasan tidak efektif.

g. Koping individu tidak efektif b.d. kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidak mampuan untuk bekerja.

h. Difisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.

3. Intervensi Keperawatan

1. Dx : Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.

Tujuan : Klien akan memperlihatkan perbaikan dalam pertukaran gas dalam waktu 24 jam

Kriteria hasil : - Klien melaporan penurunan dispnea.

- Klien mampu batuk efektif.

Intervensi

Rasional

a. Berikan oksigen sesuai indikasi (1–2 lt/mnt via nasal kanul)

( Donna,Dkk.1995.685)

a. oksigen akan memperbaiki hipoksemia.

b.Intruksikan klien untuk batuk efektif.

b. membersihkan jalan napas dari sputum.

c. Berkolaborasi dengan Tim dokter dalam memberikan bronkodilator

c. Bronkodilator mendilatasi jalan napas

2. Dx : Pola pernapasan yang tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek, lendir, bronkokonstruksi dan iritan jalan napas.

Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan pola pernapasan dalam waktu 24 jam

Kriteria hasil : - Klien mengatakan sesak napas berkurang atau hilang.

- Klien mampu batuk efektif.

- Batuk dan sputum berkurang atau hilang.

- Ekspansi dada simetris

INTERVENSI

RASIONAL

a. Berikan oksigen sesuai indikasi maksimal ( 1 – 2 lt/mnt via nasal kanul ) ( Donna,Dkk.1995.685)

a. Pemberian oksigen mengurangi beban kerja otot pernapasan dan memperbaiki hipoksia.

b. Anjurkan minum hangat 2x sehari

b. Membantu mengencerkan spucum sehingga mudah untuk dikeluarkan

c. Atur posisi semi fowler atau fowler tiap 2 jam sekali

c. Meningkatkan ekspansi paru lebih baik

d. Bantu klien untuk melakukan batuk efektif and napas dalam

d. Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas sehingga mudah untuk dikeluarkan.

e. Bantu klien untuk melakukan batuk efektif and napas dalam.

e. Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas sehingga mudah untuk dikeluarkan.

f. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian expectorant (ventolin.)

f. Membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan

.

3. Dx : Bersihkan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokonstruksi, peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan : klien akan memperlihatkan keefektifan bersihan jalan napas dalam waktu 24 jam

Kriteria hasil : - Klien mampu memperagakan batuk efektif.

- Batuk berkurang.

- Sputum encer dan dapat dikeluarkan

INTERVENSI

RASIONAL

a. Atur posisi klien semi fowler atau fowler tiap 2 jam sekali

a. Meningkatkan ekspansi paru lebih baik

b. Ajarkan dan berikan latihan napas dalam

b Tehnik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak napas dan keletihan

c. Berikan pasien 6-8 gelas cairan / hari kecuali terdapat kor pulmonal

c. Hidrasi sitemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan ubtuk pengeluaran. Cairan harus diberikan dengan kewaspadaan jika terdapat gagal jantung sebelah kanan.

d. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat expectoran (contoh : ventolin ) untuk melancarkan pengeluaran sputum.

d. Dengan expectoran akan sangat membantu mengencerkan sputum sehingga mudah untuk dikeluarkan.

4. Dx : setelah dilakukan perawatan selama 24 jam, nyeri dapat teratasi

Tujuan : Nyeri (akut) dapat teratasi

Kriteria hasil :- Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

- Klien mampu melakukan napas dalam.

- Tanda-tanda vital normal

S : 37 derajat celcius N : 72 x/mnt

TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/mnt

INTERVENSI

RASIONAL

a. Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter/loksi/intensitas nyeri.

a. Nyeri dada, biasanya ada beberapa derajat atau tingkatan atau dapat juga timbul dari komplikasi dari PPOM.

b. Pantau tanda vital

b. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa klien mengalami nyeri, khususnya bila alas an lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.

c. Berikan tindakan nyaman, misal : pijatan punggungPerubahan posisi, perbincangan, relaksasi atau lapisan napas.

c. Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan

d. Anjurkan dan Bantu klien dalam tehnik menekan dada selama episode batuk

d. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

e. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan anti tusif sesuai indikasi.

e. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan anti tusif sesuai indikasi.

»»  Baca Selanjutnya...